“TRANSAKSIONAL
ANALISIS”
1.
Adhi Sukamdani 1105095049
2.
Ali Firdaus 1105095037
3.
Afina Hayyinun 1105095008
4.
Anggun Safitri 1105095001
5.
Anugrah Sempati 1105095031
6.
Dina Sonya Tambunan 1105095020
7.
Gina Puspita Sari 1105095041
8.
Pratiwi Handayani 1105095046
KELAS : A PAGI
(REGULER)
DOSEN PENGAJAR
: Rahman, S.Pd, M.Pd
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Transaksional
Analisis (TA) dipelopori oleh Eric Berne dan di uraikan dalam beberapa buku
yang dikarang oleh Berne sendiri, seperti Games People Play (1964), atau
dikarang oleh orang lain, seperti Thomas A. Harris dalam buku I’m Ok-You’re
Ok (1969). TA menekankan pada pola interaksi antara orang-orang baik yang
verbal maupun yang nonverbal.
TA paling efektif
digunakan dalam konseli yang berkelompok karena
konselor mendapat kesempatan untuk langsung mengamati pola-pola interaksi
antara seluruh anggota kelompok, tetapi tidak menutup kemungkinan, TA juga
dapat digunakan untuk konseli yang individu, sebagai ilustrasi kisah konseli yang
individual yang dapat dikaji dengan TA sebagai berikut :
Masa kecil Anggie
seorang perempuan yang saat ini berumur 22 tahun sangat tidak bahagia. Ketika
berumur 8 tahun didepan matanya ia sering melihat ayahnya memukuli ibunya,
sehingga orang tuanya selalu bertengkar hebat dan akhirnya orang tuanya
bercerai diakibatkan Ibunya sudah tidak tahan lagi dengan kekerasan yang
dilakukan Ayahnya.
Tanpa disadari
dalam pola pikir Anggie timbul sebuah trauma yang mengakibatkan dia membenci
laki-laki, sehingga dia hanya berteman dengan teman perempuan saja, dan sampai
pada akhirnya dia mengalami kelainan seks (lesbi) yaitu menyukai sesama
jenisnya hingga umurnya yang sekarang.
B.
Rumusan Masalah
-
Bagaimana
memberikan kesadaran pada diri Anggie dengan menggunakan pendekatan
Transaksional Analisis?
C.
Tujuan
-
Untuk
memberikan kesadaran pada diri Anggie dengan menggunakan pendekatan
Transaksional Analisis
D.
Manfaat
-
Bagi
Konseli, memberikan kesadaran diri bahwa apa
yang menjadi keputusannya selama ini tidak layak untuk menjadi suatu jalan
hidupnya
-
Bagi
Orang tua, Memberikan pelajaran agar lebih
memperhatikan kondisi psikis anaknya ketika terlibat pertengkaran diantara
mereka (suami-istri).
-
Bagi
Konselor, Menjadi sebuah upaya pemantapan
diri khususnya dalam bidang keprofesionalisme diri pada konselor dalam
menghadapi konseli dengan menggunakan pendekatan Transaksional Analisis.
-
Bagi
Pembaca, memberikan informasi agar bisa
membantu pembaca menyelesaikan masalah jika menghadapi masalah yang pernah dialami
oleh anggie
BAB II
DASAR TEORI
A.
Pengertian Transaksional Analisis
Secara singkat Berne
mendefinisikan pengertian dari analisis transaksi sebagai: “Ein
Transaktions-Stimulus plus eine Transaktions-Reaktion” (Joines dalam
Eschenmoser, 2008:23). Pernyataan ini berarti bahwa sebuah transaksi terdiri
dari sebuah stimulus dan sebuah reaksi. Dengan kata lain, syarat terbentuknya
sebuah transaksi adalah adanya hubungan timbal balik antara stimulus yang
diungkapkan penutur dan respon yang diungkapkan oleh lawan bicaranya.
Selanjutnya Berne (2009:10) menyatakan bahwa: “Analisis transaksi sederhana
mendiagnosa bagaimana ego state mempengaruhi stimulus dan respon transaksi yang
diungkapkan oleh masing-masing individu”.
Memperjelas pernyataan Berne ini, Eschenmoser
(2008:23) kemudian menambahkan keterangan mengenai objek transaksinya, yaitu:
“Hal yang dipertukarkan atau yang menjadi objek dalam sebuah transaksi adalah
ungkapan dalam bentuk bahasa verbal maupun nonverbal.
Berdasarkan ketiga
pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa analisis transaksi merupakan
analisis hubungan antara stimulus dan respon yang diungkapkan dengan bahasa
verbal maupun nonverbal oleh beberapa individu yang masing-masing memiliki ego
state tersendiri.
B.
Konsep Dasar
Ciri khas dari TA (Transaksional Analisis) ini
adalah sifat praktisnya. Seandainya ada makhluk dari Mars turun di atas bumi
untuk mengenal manusia bumi apakah yang akan diperbuat? Dia tidak mengenal
bahasanya. Satu-satunya cara adalah mengamati bagaimana manusianya
berkomunikasi dan bagaimana pengaruhnya terhadap perilakunya. Itulah persis
yang menjadi pusat perhatian TA.
Secara Sederhana TA merupakan sebuah sarana
untuk mengenal diri sendiri dan orang lain: mengapa demikian? Mengapa dia
berbuat demikian? Analisis yang praktis ini bermanfaat untuk lebih memahami
hubungan, atau transaksi antar manusia. Dan analisis transaksi antar manusia
ini dinamakan Transaksional Analisis
C.
Siapa Tokohnya
Transaksional Analisis dikembangkan oleh
dokter jiwa yang bernama Erick Berne antara 1950-1960 di Amerika sebagai sebuah
psikiatri sosial. Sebagai dokter jiwa
angkatan perang Amerika Berne pernah ditugaskan untuk memeriksa kesehatan jiwa
dari ratusan prajurit.
Dengan melihat banyaknya prajurit yang akan
diperiksa kesehatan jiwanya akan menghabiskan waktu yang lama bila pemeriksaan
ini dilakukan secara tradisional. Oleh karena itu, Berne menggunakan cara baru
yang dalam waktu 40-90 detik dapat menentukan apakah seorang prajurit cukup
sehat secara psikologis untuk melakukan tugas ketentaraan. Ketika hasilnya
dicek dan dibandingkan dengan ilmu jiwa yang biasa, ternyata hampir tidak ada
perbedaan.
Dengan kejadian ini Erick Berne mulai
mengembangkan terapi yang baru dibidang kedokteran jiwa. Menerut Berne, cara
terapi yang biasa digunakan memakan waktu yang terlalu lama dan belum tentu
berhasil. Oleh karena itu, Berne mencari cara yang praktis untuk menyembuhkan
orang yang memerlukan terapi psikologis. Dengan demikian dikembangkan sebuah
terapi yang kemudian dinamakan TA (Indonesia = Analisis Transaksional).
D.
Hakikat Pandangan Tentang Manusia
TA berakar pada suatu filsafat yang anti
deterministik serta menekankan bahwa manusia sanggup melampaui pengkondisian
dan pemprograman awal. Di samping itu, TA berpijak pada asumsi-asumsi bahwa
orang-orang sanggup memahami putusan-putusan masa lampaunya dan bahwa
orang-orang mampu memilih untuk memutuskan ulang.
TA meletakkan kepercayaan kepada
kesanggupan individu untuk tampil di luar pola-pola kebiasaan dan menyeleksi
tujuan-tujuan dan tingkah laku baru.
Hal ini tidak menyiratkan orang-orang
terbebas dari pengaruh kekuatan-kekuatan sosial, juga tidak berarti bahwa
orang-orang sampai pada putusan-putusan hidupnya yang penting itu sepenuhnya
oleh dirinya sendiri, tetapi, bagaimanapun individu dipengaruhi oleh
harapan-harapan dan tuntutan-tuntutan dari orang lain yang berarti, dan
keputusan dininya pun dibuat ketika hidup mereka sangat bergantung pada orang
lain, dan keputusan-keputusan tersebut dapat ditantang jika keputusan tersebut
tidak layak lagi untuk dirinya, maka akan dibuat keputusan baru.
Dalam buku yang berjudul I’m Ok-You’re
Ok(1969) yang dikarang oleh Thomas A. Harris, ada 4 sikap hidup terhadap
diri sendiri dan orang lain, yaitu :
a.
I am
okay – you are okay, yaitu sikap hidup seseorang yang mampu mengatur dirinya
dengan baik dan membina kontak sosial yang memuaskan.
b.
I am
Okay – you are not okay, yaitu sikap hidup sesorang yang melimpahkan
kesukaran-kesukarannya sendiri pada orang lain dan menyalahkan orang lain. Dia
bersikap sombong dan menjauhkan diri dari orang lain.
c.
I am
not okay – you are okay, yaitu sikap hidup seseorang yang merasa depresif dan
tak berdaya, dibanding dengan orang lain. Dia cenderung untuk mengasingkan diri
atau melayani orang lain demi mendapatkan pengakuan dan simpati.
d.
I am
not okay – you are not okay, yaitu sikap hidup seseorang yang menyerah saja,
tidak mempunyai harapan dan membiarkan dirinya dibawah oleh pasang surut
kehidupan.
Tujuan
Transaksional Analisis
Analisis Transaksional merupakan
psikoterapi transaksional yang dapat digunakan dalam terapi individual, tetapi
lebih cocok dalam terapi kelompok. TA melibatkan suatu kontrak yang dibuat oleh
konseli, yang dengan jelas menyatakan tujuan-tujuan dan arah proses terapi. Membantu
konseli dalam rangka membuat keputusan barunya tentang tingkah lakunya
sekarang yang diarahkan pada
kehidupannya. Caranya : dengan jalan
membantu konseli mendapatkan kesadaran tentang bagaimana menghadapi masalahnya
yang berkaitan dengan kebebasan memilih dan memberikan pilihan untuk menentukan
cara hidupnya. Mengganti cara hidup yang otomatis dengan kesadaran, spontanitas,
dan keakraban dengan jalan memanipulasi permainan dan naskah hidup yang
menyalahkan diri atau mengalah Harris (Corey, 1982), tujuan : membantu konseli
agar mempunyai kebebasan memilih, kebebasan untuk berubah dan berganti respon terhadap
rangsang yang baru dengan cara mengenal menggunakan 3 pola perilaku atau
perwakilan ego yang terpisah :
1.
Parent
ego-state
Ego
orang tua adalah bagian kepribadian yang merupakan proyeksi dari orang tua atau
dari substitute orang tua. Jika ego orang tua itu dialami kembali oleh kita,
maka apa yang dibayangkan oleh kita adalah perasaan-perasaan orang tua kita
dalam suatu situasi, atau kita merasa dan bertindak terhadap orang lain dengan
cara yang sama dengan perasaan dan tindakan orang tua kita terhadap diri kita.
Ego orang tua berisi perintah-perintah “harus” dan “semestinya”. Orang tua
dalam diri kita bisa “orang tua pemelihara” atau “orang tua pengeritik”
2.
Adult
ego-state
Orang
dewasa adalah pengelola data dan informasi. Ia adalah bagian objektif dari kepribadian dan juga
menjadi bagian dari kepribadian yang mengetahui apa yang sedang terjadi. Ia
tidak emosioanal dan tidak menghakimi, tetapi menangani fakta-fakta dan kenyataan
eksternal. Berdasarkan informasi yang tersedia, ego Orang Dewasa menghasilkan
pemecahan yang paling baik bagi masalah tertentu
3.
Child
ego-state
Ego anak berisi perasaan-perasaan,
dorongan-dorongan dan tindakan-tindakan spontan. “Anak” yang ada dalam diri
kita bisa berupa “Anak Alamiah”, “Professor Cilik”, atau berupa “Anak yang
Disesuaikan”. Anak Alamiah adalah anak yang impulsif, tak terlatih, spontan dan
ekspresif. Profesor Cilik adalah kearifan yang asli dari seorang anak. Ia
manipulatif dan kreatif. Ia adalah bagian dari ego anak yang intuitif, bagian
yang bermain di atas firasat-firasat. Anak yang Disesuaikan menunjukkan suatu
modifikasi dari anak alamiah. Modifikasi-modifikasi dihasilkan oleh
pengalaman-pengalaman traumatik, tuntutan-tuntutan, latihan dan
ketetapan-ketetapan tentang bagaimana caranya memperoleh belaian
E.
Teknik Yang Di Gunakan
Dalam praktek TA, teknik-teknik yang digunakan
adalah dari berbagai sumber, terutama dari terapi gestalt. Untuk melakukan
terapi dengan pendekatan TA menurut Harris dalam penjelasan Corey (1988)
treatment individu-individu dalam kelompok adalah memilih analisis-analisis
transaksional, menurutnya fase permulaan TA sebagai suatu proses mengajar dan
belajar serta meletakan pada peran didaktik terapis kelompok. Konsep-konsep TA
beserta tekniknya sangat relevan diterapkan pada situasi kelompok, meskipun
demikian penerapan pada individu juga dianggap boleh dilakukan.
Beberapa
manfaat yang dapat diperoleh, bila digunakan dengan pendekatan kelompok.
Pertama, berbagai ego Orang Tua mewujudkan dirinya dalam transaksi-transaksi
bisa diamati. Kedua, karakteristik-karakteristik ego anak pada masing-masing
individu di kelompok bisa dialami. Ketiga, individu dapat mengalami dalam suatu
lingkungan yang bersifat alamiah, yang ditandai oleh keterlibatan orang lain.
Keempat, konfrontasi permainan yang timbal-balik dapat muncul secara wajar.
Kelima, para konseli bergerak dan membaik lebih cepat dalam treatment kelompok.
Prosedur
pada TA dikombinasikan dengan terapi Gestalt, seperti yang dikemukakan oleh
James dan Jongeward (1971) dalam Corey (1988) dia menggabungkan konsep dan
prosedur TA dengan eksperimen Gestalt, dengan kombinasi tersebut hasil yang
diperoleh dapat lebih efektif untuk mencapai kesadaran diri dan otonom.
Sedangkan teknik-teknik yang dapat dipilih dan diterapkan dalam TA, yaitu;
1.
Analisis struktural, para konseli
akan belajar bagaimana mengenali ketiga perwakilan ego-nya, ini dapat membantu konseli
untuk mengubah pola-pola yang dirasakan dapat menghambat dan membantu konseli
untuk menemukan perwakilan ego yang dianggap sebagai landasan tingkah lakunya,
sehingga dapat melihat pilihan-pilihan.
2. Metode belajar, analisis transaksional berdasarkan pada aspek
kognitif, maka dalam hal ini metode belajar merupakan dasar bagi pendekatan
terapi ini. Anggota kelompok pada terapi ini diharapkan mampu untuk kenal
dengan analisis struktural dan memahami peran ego masing-masing. Analisis transaksional, adalah penjabaran dari yang dilakukan orang-orang
terhadap satu sama lain, sesuatu yang terjadi diantara orang-orang melibatkan
suatu transaksi diantara perwakilan ego mereka, dimana saat pesan disampaikan
diharapkan ada respon. Ada tiga tipe transaksi yaitu; komplementer, menyilang,
dan terselubung.
3.
Permainan peran, prosedur-prosedur
TA dikombinasikan dengan teknik psikodrama dan permainan peran. Dalam terapi
kelompok, situasi permainan peran dapat melibatkan para anggota lain. Seseorang
anggota kelompok memainkan peran sebagai perwakilan ego yang menjadi sumber
masalah bagi anggota lainnya, kemudian dia berbicara pada anggota tersebut.
Bentuk permainan yang lain adalah permainan menonjolkan gaya-gaya yang khas
dari ego Orang Tua yang konstan.
4.
Analisis upacara, hiburan, dan
permainan, TA meliputi pengenalan terhadap upacara (ritual), hiburan, dan
permainan yang digunakan dalam menyusun waktunya. Penyusunan waktu adalah bahan
penting bagi diskusi dan pemeriksaan karena merefleksikan keputusan tentang
bagaimana menjalankan transaksi dengan orang laindan memperoleh perhatian.
5.
Analisa skenario, kekurangan otonomi
berhubungan dengan keterikatan individu pada skenario atau rencana hidup yang
ditetapkan pada usia dini sebagai alat untuk memenuhi kebutuhannya di dunia
sebagaimana terlihat dari titik yang menguntungkan menurut posisi hidupnya.
Skenario kehidupan, yang didasarkan pada serangkaian keputusan dan adaptasi
sangat mirip dengan pementasan sandiwara.
F.
Kelebihan dan Kelemahan Dalam Pendekatan Analisis Transaksional
Kelebihan
Pendekatan Transaksional Analisis menurut
Gerald Corey, yaitu sebagai berikut :
1.
Sangat
berguna dan para konselor dapat dengan mudah menggunakannya.
2.
Menantang
konseli untuk lebih sadar akan keputusan awal mereka apakah layak untuk
digunakan atau tidak lagi kepada kondisi konseli yang sekarang.
3.
Integrasi
antara konsep dan praktek analisis transaksional dengan konsep tertentu dari
terapi gestalt amat berguna karena konselor bebas menggunakan prosedur dari pendekatan
lain. Bab ini menyoroti perluasan pendekatan Berne oleh Mary dan Robert
Goulding (1979), pemimpin dari sekolah redecisional TA. The Gouldings berbeda
dari pendekatan Bernian klasik dalam beberapa cara. Mereka telah digabungkan TA
dengan prinsip-prinsip dan teknik-teknik terapi Gestalt, terapi keluarga,
psikodrama, dan terapi perilaku. Pendekatan yang redecisional pengalaman
anggota kelompok membantu kebuntuan mereka, atau titik di mana mereka merasa
terjebak. Mereka menghidupkan kembali konteks di mana mereka membuat keputusan
sebelumnya, beberapa di antaranya tidak fungsional, dan mereka membuat
keputusan baru yang fungsional. Redecisional terapi ini bertujuan untuk
membantu orang menantang diri mereka untuk menemukan cara-cara di mana mereka menganggap
diri mereka dalam peran dan victimlike untuk memimpin hidup mereka dengan
memutuskan untuk diri mereka sendiri bagaimana mereka akan berubah.
4.
Memberikan
sumbangan pada konseling multikultural karena konseling diawali dengan larangan
mengaitkan permasalahan pribadi dengan permasalahan keluarga dan larangan
mementingkan diri sendiri
Kelemahan
Pendekatan Transaksional Analisis Menurut Gerald Corey, 1982: 398) adalah
sebagai berikut yaitu :
1.
Banyak
Terminologi atau pembendaharaan kata yang digunakan dalam Analisis Transaksional
cukup membingungkan.
2.
Penekanan
Analisis Transaksional pada struktur merupakan aspek yang meresahkan.
3.
Konsep
serta prosedurnya dipandang dari perspektif behavioral, tidak dapat di uji
keilmiahannya
4.
Konseli
bisa mengenali semua benda tetapi mungkin tidak merasakan dan menghayati aspek
diri mereka sendiri.
BAB III
PEMBAHASAN
a.
Analisis
·
Tingkah
Laku Sosial
Anggie
seorang gadis remaja yang berumur 22 tahun. Ia adalah seorang gadis yang
tertutup (introved) dan dan sulit untuk bersosialisasi, sekarang ia hanya
tinggal dengan ibunya, menurut ibunya ia adalah anak yang pendiam, kurang pergaulan dan bersikap dingin. Dalam
kesehariannya dia jarang terlihat bergaul dengan laki-laki. Dia lebih sering
bergaul dengan teman perempuanya. Walaupun seperti itu menurut temannya, Anggie
merupakan teman yang perhatian terhadap kondisi mereka. Selain itu menurut
masyarakat ia adalah anak yang cuek karena bila bertemu jarang menyapa,
terutama terhadap remaja laki-laki disekitar rumahnya.
·
Keadaan
fisik
Gadis yang berusia 22 tahun ini, tergolong
wanita idaman pria. Dia memiliki rambut ikal berwarna pirang yang terurai,
memiliki hidung yang cukup mancung, sorot matanya yang tajam cocok dengan
bentuk bibirnya yang sensual. Dia juga memiliki tinggi 160 cm dengan berat
badan 49 kg, bentuk badannya ideal untuk wanita pada umumnya tidak terlalu
gemuk dan juga tidak terlalu kurus.Warna kulitnya kuning langsat mulus tanpa
bulu.
Seumur hidupnya ia tidak memiliki riwayat
penyakit yang dikategorikan parah bagi fisiknya, dia juga tidak memiliki
kekurangan sedikit pun dalam keadaan fisiknya.
·
Keadaan
keluarga
Seperti yang telah dipaparkan pada bagian
pendahuluan, Anggie merupakan anak tunggal dari korban broken home.
Menurut ceritanya, sewaktu kecil ayahnya sering memukul ibunya, hal tersebut
itulah yang menyebabkan ketakutannya terhadap pria sampai sekarang ini. Keluarganya
termasuk keluarga yang sederhana, yang dapat dilihat dari pekerjaan ibunya
yaitu seorang pegawai swasta di perusahaan batu bara ternama yang ada
Samarinda. Karena hal itulah anggie kekurangan perhatian dari orang tuanya,
semua hal yang berhubungan dengan anggie baik dalam hal pendidikan, pekerjaan,
dan cita-cita, semua ditentukan oleh ibunya tanpa melihat perilaku menyimpang
yang dilakukan oleh anaknya
Untuk saat ini Anggie hanya tinggal bersama
ibunya, dalam pandangan ibunya, anggie termasuk anak yang patuh terhadapnya.
·
Kemajuan
akademis
Berdasarkan data yang dikumpulkan, Anggie
merupakan anak yang cerdas, ia anak yang tidak mau tersaingi terutama oleh kaum
laki-laki sekelasnya. Dirumah pun ia sering belajar secara otodidak. Tak heran
sudah berapa kali ia mengikuti kompetisi prestasi khususnya dalam olimpiade
sains.
b.
Sintesis
·
Tingkah
Laku Sosial
Dilihat dari
segi tingkah laku, Anggie adalah anak yang pendiam dan tertutup (introved),
walaupun seperti itu ia anak yang dinilai oleh temannya sebagai teman yang
perhatian.
·
Keadaan
fisik
Secara umum
anggie adalah sosok yang sangat menarik bagi kaum pria dan seumur hidupnya ia
tidak pernah mengidap penyakit yang dikategorikan parah
·
Keadaan
Keluarga
Anggie
merupakan anak tunggal dari keluarga broken home. Menurut ceritanya,
sewaktu kecil ayahnya sering memukul ibunya, hal tersebut itulah yang
menyebabkan ketakutannya terhadap pria sampai sekarang ini.
·
Kemajuan
Akademis
Tak heran ia
merupakan anak yang cerdas, karena ia selalu belajar secara otodidak setiap
harinya dan prestasi yang bisa dikatakan diatas rata-rata untuk remaja
seusianya.
c.
Diagnosis
Dari data sintesis yang telah diterima
dan dipelajari masalah yang dihadapi Anggie adalah ketakutan terhadap pria
diakibatkan karena trauma masa lalu dari ayahnya yang dulu sering melakukan
kekerasan dengan memukul ibunya, sehingga timbul keputusannya untuk tidak
bergaul dengan lawan jenis.
d.
Prognosis
Berdasarkan data diagnosis di atas,
langkah awal yang dilakukan untuk alternatif ialah mencoba mendekati Anggie,
dan mencoba akrab dengannya, disini fungsi pemberian perasaan keibuan akan
bermain agar konseli merasa diperhatikan. Dan mengarahkan Anggie untuk membuka
diri terhadap lawan jenis. Lalu mengajak sahabat anggie untuk membantu membuka
diri terhadap lawan jenis.
e.
Treatment
Konseling
I
(tok tok tok) konseli mengetuk
pintu.
Konseli : Selamat pagi bu,”
Konselor : selamat pagi, mba. Mari silakan masuk.
Konseli : Iya, bu. Terima kasih. (konseli pun masuk kedalam
ruangan)
Konselor : silakan duduk, mba. Gimana kabarnya hari ini?
Konseli : Baik, bu.
Konselor : Hari ini ada kuliah kah?
Konseli : Iyaa, bu. Ini barusan selesai kuliah.
Konselor : sudah makan siang?
Konseli :Sudah, bu.
Konselor : apa ada yang bisa ibu bantu?
Konseli : emm.... (menunduk terdiam)
Konselor : Bagaimana kuliahnya? Apa baik-baik saja?
Konseli : Sejauh ini sih baik-baik saja bu, hanya sajaa........
Konselor : iyaa...
Konseli : ada beberapa dosen yang kurang berkenan dihati saya.
Konselor : oo, begitu.
Hal seperti memang biasa dalam dunia perkuliahan. Karena seperti yang kita tau
setiap dosen memiliki karakter yang berbeda. Dosen kan juga manusia. (sambil
tersenyum)
Konseli : iyaa, bu.
Sebenarnya itu bukan hal utama saya datang kesini.
Konselor : Lalu?
Konseli : emm saya
bingung, bu (sambil menunduk). Saya malu...
Konselor : bingung
kenapa? Ga perlu malu, disini kan hanya ada ibu dan kamu(berusaha meyakinkan
konseli dan duduk mendekati konseli)
Konseli : saya
bingung mau mulai dari mana untuk bercerita (sambil tetap terus menunduk).
Konselor : (mengelus
pundak konseli sambil tersenyum) apa yang membuatmu gundah?
Konseli : saya
manusia hina, bu. (mulai menangis)
Konselor : mengapa
berbicara seperti itu?
Konseli : memang
seperti itu kenyataannya, bu. Saya jijik dengan diri saya sendiri, bu.
Konselor : (mencoba
menenangkan) ya sudah, sekarang kamu tenangin diri dulu. (smbil mengambilkan
air minum)
Beberapa menit kemudian, konselor kemudian mulai membuka
pembicaraan.
Konselor : Ya sudah,
begini saja. Kalau kamu sudah siap untuk cerita, kamu bisa datang kesini lagi.
Mungkin saat ini kamu belum siap untuk cerita.
Konseli : Iyaa, bu.
Maaf karena sudah merepotkan ibu. Dan terima kasih karena sudah mau
mendengarkan tangisan saya. Nanti kalau saya udah siap, saya akan kesini lagi
bu.
Konselor : iyaa,
sama-sama. Silahkan datang kesini jika kamu mau. Tetap semangatt dan jaga
kesehatan yaa..
Konseli : iyaa bu,
saya pulang dulu..
Konseli : iyaa,
hati-hati yaa..
Konseling II
Setelah
beberapa hari Anggie menelpon konselor untuk membuat janji. Konselor menawarkan
untuk bertemu Anggie . Namun konselor meminta untuk bertemu diruangan konseli
saja karena konseli malu jika berbicara diluar.
Konseli : maaf bu jika saya mengganggu ibu
lagi hari ini....
Konselor : iyaa, ibu ga apa-apa kok. Ayo silahkan duduk..
Konseli : iyaa bu, terima kasih.
Konselor : bagaimana kabarnya hari ini?
Konseli : baik, bu. Meskipun sebenarnya sangat tidak baik L
Konselor : J (tersenyum). Apa sebenarnya yang membuatmu merasa tidak baik?
Konseli : sayaa
bingung, bu. Saya malu, bu. Sa..saa..yaa... seorang lesbi (sambil terbata)
Konselor : (mencoba
untuk biasa seolah lesbi itu adalah hal yang biasa) memang kenapa kalau kamu
seorang lesbi?
Konseli : saya
maluu, bu. Saya merasa bahwa saya adalah sampah masyarakat
Konselor : (senyum)
mengapa berbicara seperti itu? Manusia itu adalah makhluk Tuhan yang paling
baik dan sempurna. Kamu manusia bukan sampah seperti yang kamu bayangkan..
Konseli : (menangis
terseduh) saya sebenarnya tidak ingin seperti ini lagi,bu. Tetapi saya sudah
terbiasa dengan perilaku ini. Menurut ibu apa yang harus saya lakukan?
Konselor : Sebenarnya,
menurut kamu laki-laki itu apa? Apa sih sebenarnya yang membuat kamu trauma dari laki-laki itu?
Konseli : Saya
trauma dengan laki-laki sejak saya melihat ibu saya sering dipukuli dengan ayah
saya sewaktu itu. Hingga sampai saat ini menurut saya laki-laki itu sama.
Sama-sama suka menyakiti wanita dan memukul wanita.
Konselor : Sebenarnya
laki-laki itu berbeda tergantung bagaimana cara kita memandang seseorang itu.
Mungkin ayah kamu adalah salah satu dari laki-laki yang menyelesaikan masalah
dengan menggunakan kekerasan, tetapi banyak di luar sana laki-laki yang
menyelesaikan masalahnya dengan hati. Tidak semua laki-laki itu sama.
Konseli : Tapi
mengapa ayah saya tidak seperti itu,bu?
Konselor : Mungkin
saja ayah kamu sudah terbiasa dengan menyelesaikan masalah menggunakan
kekerasan, sehingga ketika menyelesaikan masalah dengan ibumu terbawa
kebiasaanya tetapi jauh di lubuk hatinya tidak ada niat sama sekali untuk
menyakiti ibumu, dia hanya ingin semua masalah yang ada selesai.
Konseli : jadi apa
yang harus saya lakukan sekarang,bu?
Konselor : Mulailah membuka
diri terhadap siapa pun baik laki-laki maupun perempuan, kenali mereka terlebih
dahulu karena tidak semua laki-laki mempunyai kebiasaan yang sama.
Konseli : Tapi saya
masih sedikit takut untuk mendekati laki-laki karena saya takut untuk disakiti
seperti ibu saya dulu?
Konselor :
Tenang..berfikirlah positif, teman laki-lakimu tidak akan menyakitimu. Justru
mereka akan menjagamu. Cobalah dulu
Konseli : Baiklah,bu
saya akan mencobanya
Konselor : Okee..
teruslah berusaha. Ibu yakin kamu pasti bisa.
Konseling III
Setelah
seminggu kemudian, konseli datang lagi kepada konselor untuk menceritakan
kembali masalahnya setelah dia berteman dengan laki-laki.
Konseli : (tok..tok..tok..) permisi bu. Apa
ibu ada waktu untuk hari ini?
Konselor : (sambil melihat jam dinding) Untuk
jam ini saya ada waktu, tapi sekitar setengah
jam lagi saya ada waktu.
Konseli :
Oh..tidak papa,bu. Saya ingin menceritakan masalah saya seminggu yang lalu,bu.
Alhamdulillah saya bisa menerima teman laki-laki sedikit demi sedikit.
Konselor : Syukur
lah kalau begitu, jika itu baik menurut kamu teruskan lah.. teruslah membuka
diri terhadap siap pun, kenali mereka dahulu. Lalu bertemanlah dengan mereka
yang dapat membantu kamu menuju arah yang lebih positif
Konseli : baik,bu.. terima kasih atas nasihat ibu waktu itu. Saya
ucapkan terima kasih banyak,bu.
Konselor : sama-sama,nak. Terima kasih kembali.
f.
Follow Up
Setelah
melakukan proses konseling, antara konselor dan konseli membuat perjanjian
bahwa dalam beberapa bulan Anggie akan datang kembali dan diharapkan anggie
bisa berubah.
Dan
beberapa bulan kemudian Anggie pun datang dengan seorang laki-laki dan ia
mengakui bahwa laki-laki tersebut adalah pacarnya
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
-
Dari hasil proses konseling yang
dilakukan terhadap Anggie, pada akhirnya Anggie pun berubah menjadi wanita
seutuhnya.
-
Anggie dapat mengubah keputusan terdahulu
yang telah menjadi kebiasaannya menjadi keputusan baru yang layak bagi
kehidupannya.
-
Konselor berpusat pada keputusan
masa lalu Anggie yang menjadi kebiasaan, dan memberikan pandangan bahwa tidak
semua laki-laki berperilaku seperti apa
yang dilakukan pada ibunya.
B.
Saran
1.
Untuk
Konseli
Agar menjadi pelajaran berharga bagi
Anggi untuk tidak mengambil keputusan seperti itu lagi, dan bisa memperbaiki
kehidupannya kedepan.
2.
Untuk
Orang tua
Agar orang tua melihat bagaimana
perkembangan anaknya ketika ada pertengkaran diantara mereka, sehingga efek
trauma psikis dapat diperkecil misalnya saja ketika sedang bertengkar anak
harus dijauhkan supaya tidak mendengar pertengkaran mereka.
3.
Untuk
Konselor
Mohon untuk para calon konselor
khususnya yang sekarang sedang ada di perguruan tinggi dapat mengembangkan
metode-metode ilmiah dengan mengacu pada makalah ini, makalah ini hanyalaha
sebagian kecil dari sebuah pengetahuan, bila hanya mengikuti referensi yang
terbatas ini maka akan sulit untuk berkembang
4.
Untuk
Pembaca
Dengan adanya makalah ini diharapkan
masyarakat dapat belajar dari kasus yang kami berikan agar tidak terjadi hal
yang demikian khususnya bagi yang menjadi orang tua.
DAFTAR
PUSTAKA
Gerald Corey. “Teori dan Praktek Konseli
dan Psikoterapi”. PT. ERESCO BANDUNG.
Bandung. 1995.
Matt Jarvis. “Teori-teori
Psikologi”. NUSA MEDIA. Bandung. 2011.
W.S. Winkel, Sri Hastuti. “Bimbingan
dan Konseli di Institusi Pendidikan”. MEDIA
ABADI. Yogyakarta. 2006.
P. de Blot SJ. “Analisis
Transaksional”. GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA. Jakarta.
1992
Tidak ada komentar:
Posting Komentar